Senin, 18 November 2013

Definisi Queue
Queue merupakan satu bagian dari tipe data abstrak yang dibicarakan pada bab 5. Queue adalah
suatu tipe data yang mengikuti pola First In First Out (FIFO), yang berarti elemen yang pertama
masuk adalah elemen yang pertama pula dikeluarkan. Banyak contoh dalam kehidupan sehari-hari
yang menerapkan konsep dari Queue, atau yang dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan istilah
antrian seperti antrian pasien di ruang tunggu dokter, antrian penonton yang membeli tiket, dsbnya.
Sama halnya seperti stack, queue juga merupakan satu tipe data abstrak yang
pengimplementasiannya bebas, artinya dapat diimplemetasikan dengan array maupun dengan list.

Implementasi Queue dengan struktur data Array

Untuk setiap struktur data queue yang diimplementasikan dengan array, posisi front (depan) back
(belakang) akan selalu ada. Perhatikan gambar berikut ini menunjukkan ilustrasi dari sebuah queue
yang diimplementasikan dengan menggunakan array. Dua hal yang menarik perhatian adalah (1)
queue bergerak dari indeks kecil menuju indeks yang besar dan (2) diperlukan dua buah penunjuk
(dalam ilustrasi disebut head dan tail)

Hal yang menarik, sekaligus merupakan kelemahan dari implementasi ini terjadi bila tail dari queue
telah merambat sampai keposisi pjg_max maka queue tersebut tidak dapat diisi lagi walaupun
sebenarnya queue tersebut belum penuh ( area yang berada di posisi 1 sampai head sebenarnya
merupakan tempat yang kosong). Ilustrasinya digambarkan berikut ini.

Circular Array

Ide yang paling sederhana adalah dengan mengisi tempat kosong (jika tersedia) yang berada pada
awal array bila tail telah mencapai posisi pjg_max sehingga penggunaan tempat menjadi lebih efisien.
Jadi seolah-olah array di bawah ini dibulatkan manjadi sebuah lingkaran seperti digambarkan berikut
ini (nama circular array berasal dari ide array yang dibulatkan).

Berikut adalah program C untuk mengimplementasikan Queue dengan menggunakan circular array.

#include <stdio.h>
#define PJG_MAX 10
Typedef int elemenType;
elementypeQ[PJG_MAX];
int head, tail;
void create()
{
Head = 0;
Tail = PJG_MAX -1;
}
void enqueue(elemenType e)
{
if(full()) printf(“queue sudah penuh\n”);
else {
Tail++;
Tail = Tail % PJG_MAX;
Q[Tail] = e;
}
}
void dequeue(elemenType*e)
{
if(empty()) printf(“Queue kosong\n”);
else {
*e = Q[head];
Head++;
Head = Head % PJG_MAX;
}
int empty()
{
if(((tail+1) % PJG_MAX) == Head) return (1);
else return (0);
}
void full()
{
int x;
x = Tail+2;
x = x % PJG_MAX;
if(x == Head) return (1);
else return (0);
}

Untuk lebih lengkap nya silahkan download materi nya disini

Minggu, 03 November 2013

Milanisti Indonesia sezione Cirebon di dirikan pada tanggal 15 Juli 2008 dengan tujuan sebagai tempat / wadah bagi Milanisti se Wilayah III Cirebon untuk menuangkan apresiasi ke dalam kegiatan yg postif dan kreatif serta membangun sebuah ikatan kekeluargaan antar sesama Milanisti.

Bulan April 2007 melalui media Pilar Radio ada publikasi yg bersifat ajakan bagi Milanisti di Cirebon untuk bergabung menjadi Memeber MILANISTI INDONESIA yang di koordinator oleh "Fitri". Dan dengan di motori oleh Arif dan Fitri di mulai pendataan Milanisti baik yang tergabung dalam Tifosi Pilar radio maupun Simpatisan Milanisti dimana terdata kurang lebih 20 nama. 

Kegiatan kumpul pertama kali adalah pada tgl 23 Mei 2007 pada partai Final Liga Champhion 2007 yang di hadiri oleh 3 orang yaitu Arif, Waldy dan Iman + beberapa simpatisan. Kemudian pada tanggal 17 Juni 2007 kita adakan Gathering untuk pertama kali dengan di hadiri oleh 15 orang (Arif, Fitri, Waldy, Iman, Toke, Bobbo, Omar) + beberapa simpatisan, dan akhirnya pada tanggal 15 Juli 2007 bertempat di rumah Toke (sekretariat) Milanisti Indonesia sez Cirebon resmi di bentuk dengan kode urut 004 dan Waldy terpilih sbg Presiden MIsC dengan jumlah member 20 orang. Dan di validasi oleh Pusat pada tanggal 21 Maret 2008 dalam kegiatan Gathering Milanisti Indonesia "Goes To Cirebon" yg di hadiri oleh teman-teman dari MI Pusat (Jakarta), MI sezione Bandung dan MI sezione Yogyakarta. 

Sejak berdiri pada tgl 15 Juli 2007, Milanisti Indonesia sezione Cirebon mengalami pasang surut tetapi tidak meyurutkan langkah untuk terus mengibarkan Bendera MIsC di bumi Caruban melalui kegiatan-kegiatan Nobar, Touring, Gathering, Buka Puasa Bersama dll. Hingga pada tanggal 15 Juli 2008 MIsC genap berusia 1 tahun dengan jumlah member 45 orang (3 orang dr Indramayu dan 2 orang dr kuningan) serta Bobbo terpilih sebagai Presiden ke-2 MIsC untuk periode 2008-2010.




Untuk Sumber dari artikel ini silahkan klik Disini atau klik Disini
Ada Dua Sejarah/Asal Muasal Kota Cirebon


 KESULTANAN Cirebon merupakan kesultanan di pantai utara Jawa Barat dan kerajaan Islam pertama di Jawa Barat. Cirebon pada saat sekarang merupakan nama satu wilayah administrasi, ibu kota, dan kota. Nama Cirebon juga melekat pada nama bekas sebuah keresidenan yang meliputi kabupaten-kabupaten IndramayuKuninganMajalengka, dan Cirebon.

Sumber-sumber naskah tentang Cirebon yang disusun oleh para keturunan kesultanan dan para pujangga kraton umumnya berasal dari akhir abad ke-17 sampai awal abad ke-18. Dari sumber naskah setempat, yang dianggap tertua adalah naskah yang ditulis oleh Pangeran Wangsakerta. Selain sumber setempat, terdapat pula sumber-sumber asing. Yang dianggap tertua berasal dari catatan Tome Pires -mengunjungi Cirebon pada tahun 1513-yang berjudul Suma Oriental.

Mengenai nama Cirebon terdapat dua pendapat. Babad setempat, seperti Nagarakertabumi (ditulis oleh Pangeran Wangsakerta),Purwaka Caruban Nagari (ditulis oleh Pangeran Arya Cerbon pada tahun 1720), dan Babad Cirebon (ditulis oleh Ki Martasiah pada akhir abad ke-1 8) menyebutkan bahwa kota Cirebon berasal dari kata ci dan rebon (udang kecil). Nama tersebut berkaitan dengan kegiatan para nelayan di Muara Jati, Dukuh Pasambangan, yaitu membuat terasi dari udang kecil (rebon). Adapun versi lain yang diambil dari Nagarakertabhumi menyatakan bahwa kata cirebon adalah perkembangan kata caruban yang berasal dari istilah sarumban yang berarti pusat percampuran penduduk.

Di Pasambangan terdapat sebuah pesantren yang bernama Gunung Jati yang dipimpin oleh Syekh Datu Kahfi (Syekh Nurul Jati). Di pesantren inilah Pangeran Walangsungsang (putra raja Pajajaran, Prabu Siliwangi) dan adiknya, Nyai Rara Santang, pertama kali mendapat pendidikan agama Islam.

Pada awal abad ke-16, Cirebon masih di bawah kekuasaan Pakuan Pajajaran. Pangeran Walangsungsang ditempatkan oleh raja Pajajaran sebagai juru labuhan di Cirebon. Ia bergelar Cakrabumi. Setelah cukup kuat, Walangsungsang memproklamasikan kemerdekaan Cirebon dan bergelar Cakrabuana. Ketika pemerintahannya telah kuat, Walangsungsang dan Nyai Rara Santang melaksanakan ibadah haji ke Mekah. Sepulang dari Mekah ia memindahkan pusat kerajaannya ke Lemahwungkuk. Di sanalah kemudian didirikan keraton baru yang dinamakannya Pakungwati.

Sumber-sumber setempat menganggap pendiri Cirebon adalah Walangsungsang, namun orang yang berhasil meningkatkan statusnya menjadi sebuah kesultanan adalah Syarif Hidayatullah yang oleh Babad Cirebon dikatakan identik dengan Sunan Gunung Jati (Wali Songo). Sumber ini juga mengatakan bahwa Sunan Gunung Jati adalah keponakan dan pengganti Pangeran Cakrabuana. Dialah pendiri dinasti raja-raja Cirebon dan kemudian juga Banten.

Setelah Cirebon resmi berdiri sebagai sebuah kerajaan Islam, Sunan Gunung Jati berusaha mempengaruhi kerajaan Pajajaran yang belum menganut agama Islam. Ia mengembangkan agama ke daerah-daerah lain di Jawa Barat.

Setelah Sunan Gunung Jati wafat (menurut Negarakertabhumi dan Purwaka Caruban Nagari tahun 1568), dia digantikan oleh cucunya yang terkenal dengan gelar Pangeran Ratu atau Panembahan Ratu. Pada masa pemerintahannya, Cirebon berada di bawah pengaruh Mataram. Kendati demikian, hubungan kedua kesultanan itu selalu berada dalam suasana perdamaian. Kesultanan Cirebon tidak pernah mengadakan perlawanan terhadap Mataram. Pada tahun 1590, raja Mataram, Panembahan Senapati, membantu para pemimpin agama dan raja Cirebon untuk memperkuat tembok yang mengelilingi kota Cirebon. Mataram menganggap raja-raja Cirebon sebagai keturunan orang suci karena Cirebon lebih dahulu menerima Islam. Pada tahun 1636 Panembahan Ratu berkunjung ke Mataram sebagai penghormatan kepada Sultan Agung yang telah menguasai sebagian pulau Jawa.

Panembahan Ratu wafat pada tahun 1650 dan digantikan oleh putranya yang bergelar Panembahan Girilaya. Keutuhan Cirebon sebagai satu kerajaan hanya sampai pada masa Pnembahan Girilaya (1650-1662). Sepeninggalnya, sesuai dengan kehendaknya sendiri, Cirebon diperintah oleh dua putranya, Martawijaya (Panembahan Sepuh) dan Kartawijaya (Panembahan Anom). Panembahan Sepuh memimpin kesultanan Kasepuhan dengan gelar Syamsuddin, sementara Panembahan Anom memimpin Kesultanan Kanoman dengan gelar Badruddin. Saudara mereka, Wangsakerta, mendapat tanah seribu cacah (ukuran tanah sesuai dengan jumlah rumah tangga yang merupakan sumber tenaga).

Perpecahan tersebut menyebabkan kedudukan Kesultanan Cirebon menjadi lemah sehingga pada tahun 1681 kedua kesultanan menjadi proteksi VOC. Bahkan pada waktu Panembahan Sepuh meninggal dunia (1697), terjadi perebutan kekuasaan di antara kedua putranya. Keadaan demikian mengakibatkan kedudukan VOC semakin kokoh. Dalam Perjanjian Kertasura 1705 antara Mataram dan VOC disebutkan bahwa Cirebon berada di bawah pengawasan langsung VOC.

Walaupun demikian kemunduran politik itu ternyata sama sekali tidak mengurangi wibawa Cirebon sebagai pusat keagamaan di Jawa Barat. Peranan historis keagamaan yang dijalankan Sunan Gunung Jati tak pernah hilang dalam kenangan masyarakat. Pendidikan keagamaan di Cirebon terus berkembang. Pada abad ke-17 dan ke-18 di keraton-keraton Cirebon berkembang kegiatan-kegiatan sastra yang sangat memikat perhatian. Hal ini antara lain terbukti dari kegiatan karang-mengarang suluk, nyanyian keagamaan Islam yang bercorak mistik. Di samping itu, pesantren-pesantren yang pada masa awal Islam berkembang di daerah pesisir pulau Jawa hanya bertahan di Cirebon; selebihnya mengalami kemunduran atau pindah ke pedalaman.

Keraton para keturunan Sunan Gunung Jati tetap dipertahankan di bawah kekuasaan dan pengaruh pemerintah Hindia Belanda. Kesultanan itu bahkan masih dipertahankan sampai sekarang. Meskipun tidak memiliki pemerintahan administratif, mereka tetap meneruskan tradisi Kesultanan Cirebon. Misalnya, melaksanakan Panjang Jimat (peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw) dan memelihara makam leluhurnya Sunan Gunung Jati.***

Jumat, 01 November 2013

Dalam perancangan suatu program, kadang-kadang kita memerlukan tipe data yang abstraksinya
lebih tinggi dari sekedar native data type yang tersedia. Pada bab ini akan dibahas satu abstrak data
type yang lebih tinggi abstraksinya dan pada umumnya tidak disediakan native data typenya, yaitu
stack. Walaupun dikatakan tipe data ini mempunyai abstraksi yang lebih tinggi tetapi kalau sampai
pada tahap implementasi dari tipe data ini, kita tetap memerlukan native data type yang tersedia
(array, record, pointer, linked-list, dll). Untuk keperluan implementasi dalam buku ini dipergunakan 2
tipe data, yaitu array dan linked-list.

Stack adalah tipe data yang mengikuti pola Last In First Out (LIFO), yang berarti elemen yang terakhir
masuk adalah elemen yang pertama keluar. Contoh yang dapat diilustrasikan sebagai stack ini
tumpukan piring di kantin dimana pada saat piring diletakkan akan diletakkan pada bagian atas, dan
pada saat pengambilan juga akan diambil dari yang paling atas.

Untuk lebih jelas nya silahkan Unduh materi nya disini
Double linked list mempunyai dua pointer yang menunjuk ke node berikutnya dan sebelumnya,
disebut juga dengan istilah :
1. next pointer dan
2. previous pointer

Untuk lebih jelas nya silahkan unduh materi nya disini